Pesta Adat Reba,Asal Usul Kata Reba Dan Makna Psikologinya

Pesta Adat Reba,Asal Usul kata Reba Dan Makna Psikologinya - Menjadi kebahagiaan tersendiri bisa menghadirkan tulisan tentang pesta reba masyarakat Ngada yang biasanya  dilaksanakan setahun sekali di kabupaten Ngada,pulau Flores Nusa Tenggara Timur.

Umumnya pesta reba berlangsung dari akhir bulan November atau awal Desember hingga akhir Ferbuari.

Masyarakat Ngada,merujuk pada orang - orang yang berdiam di wilayah kecamatan Aimere, Golewa, So'a,Bajawa dan Ngadabawah.

Dahulu,biasanya masyarakat setempat menyebut wilayah mereka yang berada dipantai selatan  Flores , dikaki gunung Inerie dengan sebutan 

Orang Ngadha 

Perubahan kata Ngadha menjadi Ngada seperti yang dijelaskan dalam buku "Ngada Membangun(50 Tahun kabupaten Ngada)" halaman 21 disebabkan kesulitan orang Belanda melafalkan konsonan 'dh' seperti yang dilafalkan oleh orang Ngada.

Selanjutnya penghilangan itu mulai terjadi ketika nama suku Ngada disertakan dalam laporan - laporan mereka.

Dalam buku berjudul "Masyarakat Ngadha (Keluarga,Tatanan Sosial,Pekerjaan dan Hukum Adat)" yang merupakan terjemahan dari buku Gesellschaftliche verhaltsnisser der Ngadha 
dan merupakan karya P.Paul Arndt SVD serta telah dialih bahasakan oleh Paul Sabon,Nama

Pada halaman lima alinea kedua Ardnt menyatakan bahwa Ngadha adalah nama suku ibu asal dari klan paling utama, dan Ngadha merupakan nama dari suku.

Pada jaman pemeritahan kolonial Belanda nama Ngadha dipakai  untuk mewakili wilayah selain Ngada, Nagekeo dan Riung.

Bicara tentang pesta reba,penulis mencoba merujuk dari buku"Su'i  Uwi (Ritus Budaya Ngadha Dalam perbandingan Dengan Perayaan Ekaristi)".

Buku ini ditulis oleh P.Cristologus Dhogo,SVD,S.Fil,dan pada halaman delapan disebutkan kelompok Wijo dan Wajo sebagai pendukung budaya reba

Sebelum kedatangan Wijo dan Wajo, telebih dahulu telah datang dua kelompok yaitu  kelompok pertama dari klan Jawa Meze,Lodo,Gisi,Naru,Hede,Wato dan Kebe.

Menurut Paul Arndt, kelompok ini merupakan pendukung Ngadhu dan Bhaga.
 
Kelompok kedua datang di pimpin oleh Oba dan Nanga dan merupakan pendukung budaya berburu atau paru witu.

Oba dalam buku "Masyarakat Ngadha (Keluarga,Tatanan Sosial,Pekerjaan dan Hukum Adat)" oleh Paul Arndt di halaman 556 dikatakan sangat mungkin adalah bahasa melayu yaitu ombak.

Ketiga kelompok yang datang ke Ngada dijelaskan oleh aul Arndt berasal dari Jawa One.

Jawa One merujuk pada tempat persinggahan yaitu tanah Jawa.Hal ini masih dapat didengarkan dari tutur lisan ajaran Su'i uwi .

Namun 

Masih perlu penelitian lebih lanjut untuk mendapatkan bukti pasti bahwa orang Ngada pernah singgah di tanah jawa.

Pesta reba di Ngada identik dengan ritus Su'i Uwi dan faktanya berbeda - beda dalam praktik.

Menurut Cristologus hal ini disebabkan oleh kekhasan yang ada dalam mayarakat adat tertentu. Perbedaan itu biasanya meliputi :
  • Perbedaan menempatkan ritus Su'i Uwi yang merupakan puncak perayaan reba.Kenyataannya pada setiap kampung di Ngada tidak memiliki tradisi yang sama untuk menempatkan ritus ini.Ada yang menempatkan pada malam kedua, ataupun pada malam ketiga.
  • Perbedaan dari jumlah hari reba. Ada yang dirayakan selama sehari - semalam saja, ada yang tiga, lima, atau delapan hari. Ini tergantung dari pada rangkaian atau struktur reba yang diwariskan pendahulunya.
  • Perbedaan leluhur asal ikut memberi jaminan perbedaan,dimana pada ritus Su'i Uwi  masing -masing sub klan akan melisankan leluhur asal mereka. 

Lalu bagaimana dengan asal - usul kata reba?
Paul Arndt seorang Etnolog dan ahli bahasa yang telah mengadakan penelitian di Ngada , sejak tahun 1930-an sampai 1960-an berusaha menemukan asal muasal kata reba,namun hanya sampai pada jawaban sementara yang sifatnya masih praduga.

Arndt berusaha menghubungkan kata reba dengan cuaca saat itu dibulan Januari di wilayah Ngada.

Curah hujan yang tinggi disertai dengan angin dan atau badai menyebabkan pohon -- pohon dan tanaman tumbang.

Situasi tersebut membuat Arndt menduga bahwa kata reba agaknya mirip dengan dua kata dalam bahasa melayu yaitu rebah dan ribut.

Rebah yang artinya tumbang,dan ribut yang artinya kacau,

Lantas oleh Arndt dijelaskan terjadi perubahan proses pelafalan karena perubahan bunyi dimana konsonan 'h' pada kata rebah dan konsonan 't' dari kata ribut dihilangkan.

Fakta bahwa bahasa orang Ngada pada umumnya memiliki suku kata yang diakhiri dengan huruf vokal saja membuat kata rebah di lisankan menjadi reba.

Namun,pada akhirnya Arndt berhenti pada praduga dan mengakui tidak berhasil menemukan dari mana kata reba berasal. 

Sedangkan dari sumber lain,yaitu lewat tulisan P.Chistologus Dhogo,SVD pada dalam buku berjudul "Su'i  Uwi (Ritus Budaya Ngadha Dalam perbandingan Dengan Perayaan Ekaristi)"  diberikan gambaran reba secara etimologi.

Tepatnya pada halaman 10 dalam buku tersebut dijelaskan bahwa Istilah reba mengungkapkan dua hal yaitu:

1. Reba dipandang sebagai nama bulan
2. Reba sebagai nama upacara pembukaan tahun baru

Penulis akan membahasnya satu persatu.

Reba dipandang sebagai nama bulan, didasari kenyataan bahwa masyarakat Ngada sejak dahulu telah mengenal dan menggunakan kelender tahunan sendiri.

Kelender orang Ngada terdiri dari 12 bulan dan diawali dengan bulan yang bernama reba.
1
Reba
Januari
2
Loge Nguza
Ferbuari
3
Loge Waja
Maret
4
Koe
April
5
Keti
Mei
6
Pari Angi
Juni
7
Fanga Ze’e
Juli
8
Paru lako
Agustus
9
Are
September
10
Bolo
Oktober
11
Sera Langa
November
12
Sawi
Desember

Penamaan kalender ini bervariasi dari satu kampung dengan kampung lainnya, namun seringkali terdapat nama yang sama tetapi untuk bulan yang berbeda.

Reba sebagai nama upacara pembukaan tahun baru,menurut Cristologus umumnya dilaksanakan sebagai perayaan penuh makna, guna mengungkapkan rasa syukur atas anugerah kehidupan kehidupan di tahun yang lalu,sekaligus memohon berkat untuk perjalanan hidup di tahun yang baru.

Selain dua hal yang dijelaskan diatas, menurut Edelbertus Jara dalam tulisan skripsi yang berjudul "Nila Budaya Reba Dalam Kehidupan Bermasyarakat Di Doka Ratabata Kabupaten Ngada" pada halaman 31 reba juga disebutkan merupakan nama dari sejenis pohon.

Dimana kayu dari pohon memiliki ciri tidak lurus,dan panjang serta diameternya tidak terlalu lebar atau panjang.

Makna Reba Secara Psikologis
Pesta reba yang dirayakan masyarakat Ngada bukan sekedar menjaga kenangan atas pendahulu lebih dari itu,syarat makna.

Arndt dalam tulisannya di buku "Masyarakat Ngadha (Keluarga,Tatanan Sosial,Pekerjaan dan Hukum Adat)"pada halaman 720  dalam suasana pesta reba semua masyarakat Ngada berada dalam suasana gembira.

Lebih lanjut Arndt menegaskan rasa kebersamaan itu sama kuat atau malah, lebih kuat.

Pesta reba merupakan hasil karya manusia Ngada, yang secara psikologis membentuk masyarakat Ngada menjadi lebih kompak untuk bersama - sama nilai luhur pendahulunya.


Baca Juga :Festival Inerie Di NgadaTelah Mempertegas Hubugan Psikologi Dan Budaya 


Dalam ilmu psikologi,khususnya psikologi budaya diyakini bahwa tradisi budaya akan mengatur,mengekspresikan,dan merubah secara berangsur - angsur perilaku manusia.

Berdasarkan pandangan tersebut penulis melihat pesta adat reba memiliki makna psikologis yang khas milik orang Ngada itu sendiri.Berikut ini akan uraikan
  • Pesta reba mengatur orang - orang Ngada untuk taat memegang teguh nilai luhur yang ditinggalan pendahulunya.Hal ini nyata dari sikap orang Ngada yang bersedia meluangkan banyak hal untuk kembali pada tempat asalnya,kembali ke sao Sa'o. rumah adatnya.
  • Ekspresi suka cita.yang tampak pada momen reba terlihat dari kerinduan untuk menjadikan suasana reba sebagai ajang intropeksi diri guna membenai diri.
  • Pada akhirnya pesta reba menghadirkan kedamaian karena dalam Sa'o silang sengketa apapun berusaha diselesaikan guna menatap esok yang lebih baik.
Pesta reba di Ngada masih akan dijaga oleh generasi kini dan selanjutnya.Memang harus diakui ada beberapa hal yang rasanya hilang dalam suasana reba.

Sebagai perbandingan dalam tulisan Arndt dibukunya Masyarakat Ngadha (Keluarga,Tatanan Sosial,Pekerjaan dan Hukum Adat)" pada halaman 480 dijelaskan suasana reba adalah sebuah pesta untuk saling mengunjungi atau memainkan permainan tertentu.

Faktanya pada situasi kini, hal ini mungkin mulai hilang

Media sosial seolah menjadi solusi untuk berbalas pesan.Ada kerinduan seperti dahulu dimana masih ada sikap saling mengunjungi, bukan sekedar berbagi sepiring makanan, atau menghabiskan tuak, lebih dari itu berbagi kehangatan sosial.

Permainan tradisional yang sering dimainkan dijaman dahulu seperti kusu bue,untuk  gadis yang belum menikah,atau permainan - permainan lokal orang Ngada lainya seolah semakin dilupakan.

Tidak bisa dipungkiri permainan tradisonal mulai hilang digantikan oleh permainan-permainan yang lebih modern seperti PUBG.


Padahal hal ini bisa menjadi daya tarik lebih dari pesta reba, jika hal semacam ini dihidupkan kembali.

Para tamu - tamu dan wisatawan asing akan mendapat pengalaman berupa suguhan khas dan kearifan lokal masyarakat Ngada.

Dan imbasnya pesta reba semakin dikenal.

Namun apapun itu, pesta reba adalah suatu pesona tersendiri yang dihadirkan  dari budaya orang Ngada dan akan selalu kami lestarikan.

Terima kasih telah membaca tulisan yang berjudul Pesta Adat Reba,Asal Usul kata Reba Dan Makna Psikologinya.

0 Response to "Pesta Adat Reba,Asal Usul Kata Reba Dan Makna Psikologinya"

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel